Rasisme, Papua dan Skors Mahasiswa ITB

Bagaimana cara mengatasi rasisme? Bukan dengan skors tiga semester bulan. Tapi dengan memulihkan hubungan dan saling pengertian. Rasisme hanya bisa disembuhkan melalui kebesaran jiwa.

Seorang suporter Persib, yang kebetulan mahasiswa ITB, emosi seusai pertandingan Persib melawan Persipura. Maka ia menuliskan kalimat yang bernada rasis di status Facebook. Status Facebook ini menuai protes keras dari berbagai penjuru. Terakhir, sekelompok pemuda dan mahasiswa asal Papua berdemo di kampus ITB menuntut permintaan maaf. Buntutnya sang mahasiswa di panggil Komisi Disiplin ITB, dan terancam sangsi skors tidak boleh kuliah 3 semester bulan.

Sang mahasiswa menangis. Saya juga.

Pertama, rasisme itu tidak boleh ditolerir di kampus ITB. Sikap itu tidak terpuji, dan melanggar kode etik civitas academica ITB. Dan melukai perasaan banyak orang, khususnya mereka yang menjadi sasaran.

Kedua, saya sungguh berharap ia menyadari kesalahannya, dan meminta maaf, serta tidak mengulanginya. Hubungan harus dipulihkan, dan sikap menghormati, bahkan menyayangi, suku lain harus bangun.

Langkah membawanya ke Komisi Disiplin juga tepat. Agar ia tidak diadili dijalanan. Tapi diperiksa dengan cara yang baik dan adil.

Namun, saya berpendapat sangsi tiga semester bulan itu (agak) berlebihan.

Saya melihat anak ini emosi sesaat, kemudian dia menyesal. Dia mencabut kalimat itu dari facebook, dan meminta maaf. Jadi ia sudah melakukan apa yang harus dilakukan untuk membuktikan he did not mean it.

Jadi apa gunanya lagi sangsi tiga semester bulan itu? Untuk tulisan di dunia maya, yang dia sendiri cabut? Dan karena urusan sepak bola?

Saya harap sangsi seperti itu tidak diterapkan. Lebih baik ia dikenakan hukuman community services, atau yang semacam itu. Selama summer ini, dia voluntir mengurusi badan sosial dan amal, misalnya. Atau mendapat tugas akademik di kampus, tugas mengurusi pendaftaran mahasiswa, atau tugas mengunjungi/mengurus mahasiswa yang sakit.

Kemudian saya sungguh berharap, momen ini digunakan oleh para mahasiswa Papua yang demo tadi itu untuk memaafkannya, dan datang kepada Rektor ITB memperjuangkan agar sangsi tiga semester bulan itu tidak diberlakukan. Sekarang waktunya mahasiswa Papua membuktikan betapa kelirunya statement di facebook itu, dengan memperjuangkan penyelamatan masa depan studi mahasiswa ini.

Ini waktu untuk mendemonstrasikan kebesaran jiwa dan semangat Papua.

Begitu cara menyembuhkan luka rasisme.

(Ralat: Mohon maaf, informasi awal saya ternyata keliru. Sangsi ternyata tiga bulan, bukan tiga semester).


  1. setuju, Pak.
    Skors tiga semester ini menurut saya pribadi hanya menambah masalah, padahal ada cara lebih tepat dan efektif dalam menyelesaikan insiden ini.
    ITB sendiri seharusnya cukup memanggil mahasiswa ybs ke Komisi Disiplin dan memberikan “konseling” sehingga ybs menyesali perbuatannya yang tidak tepat sebagai suatu bentuk tanggung jawab moral institusi kepada civitas akademikanya.

  2. dy

    awalnya saya juga denger 3 semster pak. kalo 3 semester kayanya berlebihan banget. kasian banget anaknya, kan udah minta maaf juga. smoga jadi pembelajaran juga bagi smua 🙂

  3. yang saya sesalkan adalah penghubungan nama ITB dan suporter salah satu klub bola kebanggaan jawa barat.

  4. Bolehkah pula saya memberikan usulan ralat, Pak?
    Bukankah kata “sangsi” semestinya “sanksi”, ya? 😀
    Sangsi berarti ragu-ragu.
    Sedangkan “sanksi” berarti hukuman.
    Bahasa Indonesia menyebutnya Homofon. CMIIW (andaikan ada perubahan).

  5. tak adail

    jadi ingat peristiwa rasisme di denmark…….sampai terjadi korban bakar-bakaran…..ihhh kejam banget…..coba jika dibalik, apa yg akan terjadi..pasti INDONESIA makain kacau….harusnya jangan 3 bulan, tapi DO




Leave a Reply

Fill in your details below or click an icon to log in:

WordPress.com Logo

You are commenting using your WordPress.com account. Log Out /  Change )

Facebook photo

You are commenting using your Facebook account. Log Out /  Change )

Connecting to %s



%d bloggers like this: