Archive for February, 2009
Jangan lewatkan penampilan Bandos (Band Dosen) di acara Dies Emas ITB, Senin 2 Maret 2009. Bandos dijadwalkan mengisi panggung di Plaza Widya Nusantara (Kompleks air mancur, depan Labtek 8 dan Farmasi) pukul 16:30-18:00.
Posting soal gaji dosen ternyata mendapat perhatian cukup banyak. Saya tergelitik dengan pertanyaan: saya sudah bekerja keras, dengan ilmu yang canggih, tapi mengapa gaji saya kecil? Saya ingin bilang: ada gap antara kemampuan dengan gaji. Dan gap itu harus dijembatani.
Status mahasiswa semakin berubah. Dulu ia adalah partner dalam belajar. Civitas akademika. Sekarang, sadar atau tidak, mahasiswa semakin diposisikan sebagai konsumen. Pelanggan. Dan ini tidak pas.
Continue Reading »
Hari ini saya makan banyak. Sampai saya kekenyangan. Tapi yang berkesan adalah makanan pikiran yang diberikan teman saya sore tadi.
Semoga hidup kita panjang umur. Kita terbiasa mengucapkannya. Memangnya kita ingin usia kita sepanjang berapa? Padahal yang lebih penting seberapa besar kehidupan yang kita isi semasa umur kita itu.
Dalam rangka menaikkan citra, presiden mengundang Bill Gates ke pesta di istana negara. Bill Gates tidak menyia-nyiakan kesempatan ini untuk mendemokan software terbarunya, software test skor IQ otomatis.
Jaim, alias jaga image rupanya menjadi semakin penting. Padahal apa yang kita lakukan saat tidak dilihat orang itulah yang paling menentukan.
Duncan Forgan mengestimasi ada 361 peradaban cerdas di Bimasakti. Estimasi ini diperoleh simulasi komputer di University of Edinburgh Scotland, berdasarkan data-data jumlah earthlike planet di galaksi kita itu.
Soal gaji dosen memang sering menjadi polemik. Banyak orang mengeluh, saya sudah berilmu, sudah S3, tapi kok gaji saya kecil. Sebenarnya gaji itu ditentukan what you do, bukan what you know. Apalagi kalau pengetahuan kita itu pengetahuan umum, yang didapat di bangku sekolah.
Si Ali selalu menyebalkan teman-temannya. Karena cerewet dan suka nyelonong kalau ngomong. Kalau temannya mau ngomong, dia langsung nyelonong lebih dulu, nggak mau kalah..
Bagaimana cara belajar yang efektif supaya sukses di bangku kuliah? Dulu saya punya banyak teknik yang saya bisa share. Tapi belakangan saya sadar bahwa itu semua secondary. Yang primer itu punya jati diri dan aspirasi masa depan. Baru belajar bisa sukses.
Apa beda saintis dengan enjinir? Menurut saya saintis selalu ingin penjelasan mengapa sesuatu bisa terjadi. Sedangkan enjinir ingin sesuatu bisa terjadi. Saintis bertanya why, sedangkan enjinir bertanya why not.
Saya sering heran, mengapa orang selalu menghabiskan effort banyak untuk menjelaskan mengapa sesuatu tidak jalan, sesuatu tidak berhasil. Padahal usaha itu lebih baik dihabiskan untuk membuatnya berhasil. Karena keberhasilan tidak butuh alasan.
Rumah adalah saah satu kebutuhan dasar manusia. Tempat berteduh. Tempat berlindung. Dan butuh effort besar untuk membangunnya. But it is worth the efforts.
Agustus tahun lalu di UGD Borromeus dokter menyuruh saya untuk hidup seimbang. Balanced life. Sejak itu saya sering merenung. Apa sih artinya hidup yang seimbang?
“Mana adikmu Habel?”, Tanya Tuhan pada Kain. “Emangnya saya penunggu adik saya?” Demikian jawaban Kain, yang baru saja ia bunuh. Hari ini pertanyaan ini masih sangat relevan. Terlebih lagi jawabannya.
OK, ini judul provokatif, that will certainly get your attention. Tapi itulah jeritan yang kita temui di sekitar kita setiap hari. Dan itu dibungkus dengan berbagai kamuflase, sehingga kita gagal melihatnya.
Rekan saya pernah bilang, “Paling enak jadi pembicara di seminar. Cash and carry.” Maksudnya, tinggal datang, presentasi, terus mendapat honor, dan boleh pulang. Tidak ada tanggung jawab apa-apa. Hmm, banyak sekali masalah kita hari ini muncul karena budaya cash and carry ini.
Banyak orang di dunia berusaha keras hidup baik agar bisa masuk sorga. Tapi kita frustrasi karena gagal menjadi baik. Meski berusaha keras, kita gagal menumbuhkan hidup kita menjadi mulia. Saya pikir ini terjadi karena konsepsi kita terbalik.
Salah satu ilusi terbesar yang tragis adalah ilusi kehilangan. Orang takut akan kehilangan sesuatu, yang sebenarnya tidak ada. Dan ketakutan kehilangan yang tidak berdasar ini membuat banyak keputusan yang tidak rasional.
Apakah dunia ini tempat kita tinggal atau tempat kita lewat saja?
Tidak di sangkal lagi, era ekonomi hari ini adalah era ekonomi service. Ekonomi layanan. Dan ini ada ilmunya. Salah satu topik hot IT saat ini adalah service oriented architecture (SOA). Sebenarnya sukar untuk sukses dalam hal ini, kecuali kita memiliki service oriented life.
Semua tahu Bill Gates yang berhasil itu. Tapi tidak banyak yang mengenal Michael Gates Gill, yang berhasil mengubah hidupnya dari marketing executives dengan gaji jutaan dollar menjadi pelayan Starbucks.
Dwi Yanto Nugroho meninghal dunia saat mengikuti ospek di daerah Lembang. Mahasiswa Teknik Geodesi ini di bawa ke RS Borromeus Minggu sore dalam keadaan tewas. Belum diketahui penyebabnya, karena yang tahu hanya mahasiswa penyelenggara ospek itu.
Konon rangking mutu universitas di Indonesia di mata global rendah. Pada saat yang sama ada profesor kita di tangkap polisi, dan ada Pembantu Rektor mendalangi unjuk rasa di Sumatera Utara yang menewaskan Ketua DPRD nya. Ini gimana ya? Saat semua upaya diperlukan memajukan universitas ke world class, civitasnya sibuk dengan hal yang lain.
Hidup kita bergoncang? Take it easy…
Seperti yang saya curhat kan minggu lalu, sudah sepuluh harian ini saya berjuang melawan sinusitis. Tanpa menelan obat kecuali Decolgen. Hari ini sudah jauh membaik.
Apapun yang kita pikirkan tentang diri kita, apakah kita bisa atau tidak, kita selalu benar. Demikian kata Henry Ford.
Kalau suatu saat saya meninggal dunia, pada kirim karangan bunga nggak ya? Hehe
Hari ini bayar, besok boleh gratis… Demikian pengumuman iseng di kantin, yang sering membuat kita tersenyum. Jadi hari ini susah, besok senang. Celakanya ternyata besok itu selalu akan menjadi hari ini. Jadi ini jebakan. Saya pikir banyak kesusahan hidup datang karena kita juga terjebak terlalu menghidupi hari esok seperti itu.