Investasi Teknologi

Obama akan mengerahkan dana besar, ratusan miliar dollar, untuk membangun ilmu dan teknologi baru di AS. Di Indonesia, pemerintah juga menaikkan anggaran pendidikan dan penelitian. Tapi sayangnya, program pemerintah ini kelihatannya justru dibelokkan menjadi anggaran untuk mensejahterahkan pendidik dan peneliti.

Saya tidak anti pensejahteraan guru, dosen atau peneliti. Malah saya percaya orang-orang ini tidak boleh berkekurangan di republik ini. Kalau guru dibiarkan kelaparan di republik ini maka we deserve all dark futures.

Tapi program kesejahteraan itu tidak sama dengan program penguasaan ilmu dan teknologi. Apalagi banyak orang menafsirkan kesejahteraan dengan kemampuan mengkonsumsi segala macam kebendaan. Meningkatkan daya beli dan daya konsumsi. Dan benda yang mau kita beli itu barang impor atau kepunyaan pemodal asing. Mulai dari Toyota Kijang, McD, Nokia, sampai iPod.

Jadi ada asumsi bahwa guru, dosen, dan peneliti itu adalah orang miskin dan melarat. Maka kita perlu membantunya secara finansial. Untuk itu kita membuat program, dengan bungkus penguasaan ilmu dan teknologi, tapi pada dasarnya adalah program untuk memberantas kemiskinan. Akibatnya uang akan keluar banyak, kita akan punya daya beli, tapi ilmu dan teknologi tidak akan dikuasai.

Beberapa tahun lalu prof Habibie mendirikan IPTN. Betul program ini menghabiskan uang banyak. Betul para peneliti dan insinyur IPTN bergaji layak dan sejahtera. Tapi program itu betulan untuk penguasaan teknologi dirgantara. Kita betulan bisa bikin pesawat terbang. Bisa menjualnya. Soal sejahtera itu, ya itu konsekuensi logis.

Program seperti IPTN ini punya banyak penentang. Dan banyak para penentang itu sekarang duduk dalam pemerintahan. Beberapa tahun lalu, saya bertemu seorang menteri ekonom yang agak sinis dengan program penguasaan teknologi. Di depan acara di kementrian Ristek ia mengatakan bahwa pemerintah sudah mengeluarkan uang banyak dulu di IPTN. Mana hasilnya? You’ve got your chances. Sekarang tidak bisa lagi.

Sekarang para menteri ekonom yang sama menaikkan anggaran pendidikan dan riset, tapi kemudian membuatnya menjadi program kesejahteraan. Seperti bantuan rakyat miskin. Uang yang dikeluarkan menteri ini dan menteri Habibie sama besarnya. Tapi Habibie membuat para insinyur menguasai teknologi dirgantara, sedangkan pemerintah kita sekarang akan membuat guru punya daya beli barang konsumsi produk luar negeri.

Saya tidak tahu mengapa bisa begitu. Ada desas-desus mengatakan bahwa ekonom kita sengaja didikte IMF untuk tetap menjadikan bangsa kita bangsa konsumtif. Oleh sebab itu semua upaya penguasaan teknologi dan industrialisasi harus dihentikan, dan dibelokkan pada upaya peningkatan daya beli dan daya konsumi seperti program BLT, subsidi BBM, dan sekarang dana pendidikan dan riset. Saya tidak percaya desas-desus ini, tapi perlahan ketidakpercayaan saya ini mulai meluntur.

Obama menyiapkan 150 miliar dollar dana riset untuk teknologi energi alternatif. Ia akan mendanai miliaran dollar untk ilmu dan teknologi. Daripada uang habis di perang Irak, mendingan habis di lab-lab, kampus-kampus, dan technopark. Dan ia percaya hasilnya akan membuat AS kembali jaya. Militernya akan menjadi kuat. Entreprenenur akan semakin banyak. Industri akan semakin maju. Ketergantungan pada asing akan semakin berkurang.

Kalau Obama ada di Indonesia, dia bakal dicibir para ekonom kita, “Ini orang waktu di Indonesia dulu pasti sudah terpengaruh Habibie…” Beruntung Obama sudah pindah ke AS.


  1. wah… pak, pemikiran yang sangat cermat…
    bener juga kalo peningkatan kesejahteraan pengajar, larinya malah beli ‘ipod’ hahaha…..

  2. aespe

    klo guru guru pada mampu, trus bisa rada hitech, pada beli laptop ama modem hsdpa, langganan inet unlimited, trus buat ngeblog atow situs pribadi biar anak anak didiknya bisa belajar online kan bagus juga 😀

  3. TonSicky

    Kalo berdasarkan yang pernah saya baca, ekonom2 Indonesia sekarang dan dulu banyak dipengaruhi cara berfikirnya “mafia berkeley” .. Ungkapan paling terkenal menurut para mafia ini “Buat apa bikin kalo bisa beli” .. Dengan kebijakan ini, kita jadi bangsa yang konsumtif, kita jadi bahan eksploitasi, jadi tempat memasarkan barang2 produk negara2 maju, dsb, dsb

    Parahnya Pak, sikap konsumtif itu sudah mendarah daging, bahkan sadar atau tidak sadar kita sangat bangga menjadi bangsa2 “USER” saja ……

    Salam gadjah duduk Pak .. :d

  4. Belum lagi masalah sertifikasi dosen (dan guru) ya Pak? Jadi nantinya akan ada Lektor Kepala (Associate Professor) yg nggak boleh ngajar … hehehe. Lalu apa gunanya capek-capek mencapai jabatan akademik seperti itu?

  5. parmis

    namanya aja ekomom tukang ngitung uang nya…………………..

  6. Mungkin logikanya: kalau ada semacam BLT, kan supaya perutnya kenyang dulu. Kalau perut lapar mana bisa sempet mikir …
    he he he…

  7. Hallo Pak Armein. Apa kabar Pak? Saya pikir apa yang bapak tulis sangat relefan dengan situasi kita di Indonesia. Kebetulan saat ini saya sedang melakukan riset mengenai seni, media, kreatifitas dan pengembangan teknologi di Jepang. Saya sependapat dengan apa yang Pak Armain tulis. Rasa-rasanya bangsa kita terlalu mengedepankan kebijakan yang mengandalkan kekuasaan dan kepentingan ekonomi ketimbang penguasaan ilmu pengetahuan, informasi dan teknologi.

    Di sini, saya menyaksikan sendiri bagaimana pemerintah setempat mengembangkan berbagai kebijakan yang dapat mendorong warganya supaya dapat mengakses ilmu pengetahuan, informasi dan pengembangan teknologi sehingga mendorong lahirnya berbagai inovasi di banyak bidang. Terutama sejak mengalami kekalahan pada perang dunia ke-2, pemerintah di Jepang menyusun strategi di bidang pengembangan ilmu pengetahuan sebagai cara untuk bangkit dari keterpurukan ketika mereka kalah perang dari pasukan sekutu.

    Saya tidak tahu kapan Indonesia bisa bangkit dengan modal penguasaan informasi dan pengetahuan. Sampai saat ini, sejak kondisi Indonesia ambruk pada saat terjadi krisis pada tahun 1996, tampaknya para elit politik dan pemerintah terlalu sibuk mengurusi konflik perebutan kekuasaan yang tidak berkesudahan. Terus terang saya khawatir dengan masa depan Indonesia, terutama masa depan generasi muda. Sampai saat ini saya sangat berharap kita bisa sama-sama mendorong lahirnya generasi baru yang tercerahkan oleh kekuatan dan kuasa ilmu pengetahuan, sehingga kita bisa keluar dari mimpi buruk yang sampai saat ini sepertinya belum menunjukan tanda-tanda akan berakhir.

  8. ironis memang …….. kita ini indonesia ibaratnya tanah yang sejahtera, kita hidup di lumbung padi yang punya padi berkelimpahan tetapi tetap miskin, karena tidak tahu cara mengelola padi tsb akibat tidak punya ilmu dan penguasaan teknologi mengelola padi

  9. nugie

    dan beruntung juga saya pindah ke Korea, hihihi…
    *gak mau balik indo*

  10. oki

    Sepertinya emang prioritas pemerintah sekarang adalah peningkatan konsumsi dengan tujuan agar barang dan jasa dalam negeri terbeli supaya industri2 tersebut ga mati. Namun ironisnya industri barang dan jasa itu yg dalam kategori penguasaan teknologi nya rendah. Sepertinya konsen utama pemerintah caru dalam tahap menyelamatkan ekonomi makro saja




Leave a Reply

Fill in your details below or click an icon to log in:

WordPress.com Logo

You are commenting using your WordPress.com account. Log Out /  Change )

Facebook photo

You are commenting using your Facebook account. Log Out /  Change )

Connecting to %s



%d bloggers like this: