Memperbaiki Kesalahan

Manusia membuat kesalahan.  Tapi ada kesalahan yang terlalu besar, sehingga kita tidak bisa lagi mengampuni diri sendiri.  Bagaimana mengatasinya?

Kita merasa sangat bersalah.  Peristiwa-peristiwa yang membekas begitu kuat dalam jiwa kita.  Dan bisa menjurus pada trauma.

Semua ini menggoyahkan konsep kita tentang dunia dan kemanusiaan.  Tentang jati diri dan relasi.  Sesuatu yang mengambrukkan kepercayaan kita pada diri kita atau pada orang lain.

Ada nasehat yang baik: jangan pernah men-judge orang lain.  Jangan pernah menghakimi.  Kita tidak pernah tahu trauma apa yang pernah ia alami, sehingga ia berperilaku tidak sesuai harapan kita.

Saya sering mengalami di-judge orang.  Dan saya merasa tidak berdaya.  Pertama, karena saya memang tidak sempurna, dan orang menunjuk ke titik lemah itu.  Kedua, tidak selalu situasi itu seperti yang mereka bayangkan, tapi kita terlalu kecewa untuk bersusah-susah menjelaskannya. Saya merasa tidak berdaya karena tidak bisa deal dengan pikiran orang.  Lebih parah lagi kalau judgment itu datang dari orang yang kita hormati, yang kita care, apalagi yang kita cintai. Kita terpaksa bersembunyi meringkuk menahan sakit.

Oleh sebab itu nasehat tadi itu betul sekali: kita perlu menahan diri untuk tidak men-judge orang.

Tapi lebih penting lagi, saya ingin memperluas nasehat itu:  Kita harus berhenti menghakimi diri kita.  Kita harus berhenti tidak mempercayai lagi diri kita. Start to believe again.

Selama kita masih diperkenankan hidup, selalu ada kesempatan untuk memperbaiki diri.  Selalu ada waktu untuk berpegang pada ideal kita.  Dan kita berjuang keras melawan pikiran-pikiran serta suara-suara yang berusaha mengecilkan arti diri kita, arti hidup kita.

Sepahit apapun, pengalaman itu harus kita jadikan berkat.  Kita ubah dan jadikan itu suatu kebaikan.

Who am I to pass judgmentGod waits a lifetime before He passes judgment…


  1. Kadang-kadang situasinya seperti ini: orang lain sudah lama memaafkan atau melupakan kesalahan kita, tetapi kita sendiri belum bisa memaafkan diri sendiri. Akibatnya jadi bias, perilaku orang lain terhadap kita, kita pandang sebagai ‘judgement’ atas kesalahan kita…
    Apa pendapat Bapak untuk kasus ini ?
    ‘Mendung’ amat postingnya … 🙂
    Apa karena deadline untuk setor nilai UTS terlewati (seperti saya 😦 ) ??

  2. been there. done that. but why does it still hurt?

  3. azrl

    @yaniwid: Mendung? berkas UTS belum sempat ditengok. Soal pendapat, ntar di buat di posting berikutnya.

    @The B****: I hav some ideas. I will post them.

    Thanks for the visit

  4. ‘Mendung’ karena paragraf ke-5 kelihatannya ditulis dengan campuran kesal plus sedih. Maaf kalau salah … 🙂
    Padahal rasanya ‘judgement’ ke Pak Armein, paling tidak di blog ini, selalu bernada positif… 🙂

  5. micania

    hihi, bener pak
    sometimes life isn’t fair, but it’s still good
    and don’t compare our life to others’. we have no idea what their journey is all about.
    seneng baca tulisan2 bapak 😀

  6. thanks, gw lagi mengalmi hal spt ini dan rasaya sakit bgt, apalagi gw berhadapan dengan orang tua gw dengan kesalahan2 yg gw prbuat….
    jujur, bs di bilang gw ga bisa memaafkan dr gw sndiri. saat ortu berharap bnyk dr gw dan ternyata gw…. mengecewakan…
    ahhhh…………

  7. ade

    luar biasa…
    terima kasih, bapak armien…
    ini sesuatu yang sedang mengusik saya belakangan ini…

  8. Baru kejadian ni..sedih bgt ya hiks hiks…
    InsyaAllah bisa diberbaiki,Harus dech pokok nya




Leave a Reply

Fill in your details below or click an icon to log in:

WordPress.com Logo

You are commenting using your WordPress.com account. Log Out /  Change )

Facebook photo

You are commenting using your Facebook account. Log Out /  Change )

Connecting to %s



%d bloggers like this: