Mudik Ilahi
Perantau di Indonesia itu senang mudik. Pulang kampung. Sebenarnya kita semua juga harus mudik. Mudik spiritual. Mudik selalu mengingatkan kita akan siapa kita dan apa tujuan kita merantau ke dunia ini.
Bagi perantau di Indonesia, Idul Fitri punya dua perayaan. Satu perayaan kembali ke fitrah setelah berpuasa sebulan. Dan satu lagi perayaan pulang dari merantau untuk berkumpul dengan sanak saudara yag kangen berat. Di kampung halaman yang indah. Kalau yang pertama itu khusuk, yang kedua itu heboh.
Mengapa perantau ingin mudik?
Karena ia ingin menegaskan ulang siapa dirinya. Apa jati dirinya. Siapa keluarganya. Apa budayanya. Meskipun dia sehari-hari hidup di Jakarta, dia asli Jawa, asli Padang, asli Batak.
Dan yang tidak kalah penting adalah: menemukan ulang mengapa dia merantau.
Saat selesai mudik, dia disegarkan ulang. Menjalankan ulang perantauan dengan semangat baru. Membawa identitas aslinya ke perantauan.
Manusia juga demikian. Meskipun dia hidup di bumi ini, dia sebenarnya makhluk rohani. Makhluk spiritual. Makhluk sorgawi.
Tidak percaya?
Coba lihat semua entitas yang ada di sekeliling kita, yang ada di bumi, yang ada di luar bumi.
Sepanjang mata memandang, selebar telinga mendengar, seluas diri mengalami, kita akan menemukan begitu banyak entitas, benda, dan makhluk di semesta ini.
Tapi tidak ada yang sama dengan manusia. Bisa berbicara. Bisa punya kesadaran. Bisa berpikir. Bisa menahan diri. Bisa mengubah keadaan.
Kesimpulan saya: kita perantau di bumi ini.
Tubuh kita sama dengan makhluk bumi. Berbasis karbon. Protein. Hidup secara biologis. Tapi rohani kita berbeda. Tidak ada duanya.
Jadi secara rohani kita itu perantau.
Maka sebagai perantau kita perlu rutin mudik. Setiap hari. Untuk menemukan sanak saudara kita. Asal usul kita. Meskipun sehari-hari kita di bumi, kita asli sorga. We are human, not animal.
Dan diingatkan kembali apa tugas kita di bumi: memelihara bumi, menjaga ekosistem, menumbuhkan tatanan sosial, dan mengembangkan kemuliaan kehidupan. Kita dipercaya mengelola bumi dan isinya. Esensi tugasnya adalah mengekspresikan Kasih sejati dalam kehidupan.
Mudik kita itu bisa tiap saat. Saat berdoa, sembahyang, sholat, meditasi. Saat kita berdiam diri, berhenti dari semua kesibukan dunia. Untuk retreat. Pokoknya minimal sekali setiap hari.
Dan kita bisa terus ingat bahwa selesai tugas kita, saat Tuhan memanggil pulang, we are coming home. Di tempat asal kita yang sungguh indah itu. Dengan sanak saudara yang kangen berat. Yang begitu gembira akan keberhasilan kita menjalankan amanat tugas di tanah rantau.
October 18, 2012 at 11:30 am
Postingnya Inspiring Pak !!
Terima kasih banyak . .
izin mengcopy idenya ya Pak, untuk di posting 🙂
mahasiswa STI (Signal&Sistem)!!
October 18, 2012 at 12:59 pm
Silakan copy sebebasnya 🙂
October 18, 2012 at 12:11 pm
Have a good day yah …
October 19, 2012 at 9:45 am
Sebagaimana layaknya mudik, tentu kita harus berbekal banyak dan bagus-bagus ya Pak ?, amal baik kita, pakaian taqwa kita sebagai bekal di kampung halaman ya Pak ? semoga tetap setia menulis dan terima kasih.
October 20, 2012 at 7:48 am
Pak Suntoro, kacangnya sudah tiba 🙂 Semua suka pak. Banyak terimakasih. Seperti dapat oleh-oleh mudik ya. Salam saya
October 21, 2012 at 8:17 am
Syukur deh kalau suka, sebagaimana banyak pula orang suka akan buah pikirannya Pak Armein. Salam tuk keluarga ya….
October 19, 2012 at 5:51 pm
Lha mana ada tujuan manusia di bmi ini. Semuanya adalah absurditas.Keberadaan dan kebebasan adalah sebuah kutukan
October 19, 2012 at 5:52 pm
Ya ndak percayalah. Tidak ada manusia yang mampu membuktikan apakah:Surga, tuhan ada atau tuhan tidak ada
October 20, 2012 at 7:55 am
Semua yang ada di dunia ini adalah “bukti” nya 🙂
Tapi setuju memang tidak ada manusia yang bisa membuktikan Tuhan, seakan Tuhan bisa menjadi obyek manusia. That would be very absurd… 🙂
October 31, 2012 at 4:38 pm
Syarat Batas Bahasa, Logika dan Kebenaran adalah:Terhadap apa yang tidak dapat diverifikasi maupun difalsifikasi kita hanya bisa diam. Tidak tahu.
October 31, 2012 at 4:41 pm
Lagi pula ‘chance or probability’ antara: tuhan , surga ada ataupun tuhan dan surga tidak ada adalah 50:50. Ada kemungkinan bahwa manusia mati kedalam ‘ketiadaan’. Dan apa yang diyakini oleh manusia disuatu masa dapat keliru.
August 8, 2015 at 2:44 pm
yakin?