Perspektif yang panjang

Kalau kita tahu usia kita itu sangat tidak berarti dibanding usia alam semesta, maka kita harus punya perspektif hidup yang jauh lebih panjang.

Saya cek sana-sini, ketemu bahwa alam semesta berusia sekitar 13.7 miliar. Dan usia matahari masih akan lama lagi. Masih milyaran tahun.

Jadi kalau saya mampu mencapai usia 100 tahun, eksistensi saya ini tidak ada apa-apanya dibanding rentang waktu alam semesta.

Kesimpulan saya cuma satu: kehidupan ini bukan tentang kita. Bukan tentang saya. Kalau hidup ini film dua jam di bioskop, saya itu bukan pemain utama. Bukan pemain pendukung. Bahkan bukan figuran. Cuma sekelebat punggung yang kebetulan tertangkap kamera. Sekelebat.

Kehidupan ini tidak lain tentang Tuhan yang menciptakan dan memelihara semesta dan kita semua. Ia yang paling konsisten muncul dalam durasi film 13.7 miliar tahun ini, and counting. Ialah Aktor Utama.

Jadi semua hiruk-pikuk kehidupan ini harus diselaraskan dengan maksud semesta ini diciptakan.

Semua masalah hidup kita harus kita letakkan dalam perpektif yang panjang ini. Do they really matter?

Apalagi masalah-masalah yang durasinya pendek. Yang tidak berkontribusi apa-apa pada makna hidup kita.

Dengan perspektif yang panjang ini, kita bisa hidup lebih tenang, lebih happy, dan lebih rileks.

Kuncinya adalah memastikan kita menikmati setiap momen, saat ini, detik ini, dalam perspektif yang panjang itu. Memastikan bahwa kita memainkan peran kita yang singkat ini untuk Dia yang kekal itu.


  1. adly salo

    Setuju Pak Armein…. kita hidup untuk mengharapkan Ridho-Nya..




Leave a Reply

Fill in your details below or click an icon to log in:

WordPress.com Logo

You are commenting using your WordPress.com account. Log Out /  Change )

Facebook photo

You are commenting using your Facebook account. Log Out /  Change )

Connecting to %s



%d bloggers like this: