Mistakes
Pernahkah anda merasa susah sekali karena telah membuat kesalahan? Jangan terlalu susah, karena tidak ada sebenarnya yang namanya realitas kesalahan dalam hidup. Itu adalah kepercayaan, judgement, bukan fakta. You just have to fix it, and learn from it.
Pangkal persoalannya adalah sejak kecil kita sudah ditanamkan konsep salah dan benar. Mulai dari cara berpikir, cara bertutur kata, sampai cara bertindak. Ada yang benar dan ada yang salah. Kemudian saat kita bersekolah, setiap hari diajarkan mana yang benar dan mana yang salah. Mulai soal moralitas sampai pada tanggal-tanggal sejarah. Dan kita harus senang kalau benar, dan susah kalau salah.
Akibatnya otak kita mengasosiasikan segala hal dalam benar atau salah. Semua event hasil perbuatan kita kita mau hakimi salah atau benar. Dan kalau benar kita senang, kalau salah kita susah.
Saya kira tidak masalah kalau ini soal mencegah kita merampas hak orang lain. Kita boleh merasa susah kalau kita melakukan perampokan atau melakukan tidakan yang tidak adil. Hati kita memang harus susah kalau kita merugikan orang lain.
Tapi ini tentu tidak sama dengan kalau anda mencoba menyanyi tapi suara anda sumbang. Anda mau melucu tapi tidak ada yang tertawa. Anda mau tampil mempesona dengan makeup baru, tapi tidak ada yang melirik. Anda mau jadi juara dengan latihan tertentu tapi ada yang lebih baik. Anda mau punya teman dengan mengirimnya sms, tapi dia cuek saja. Anda mau pilih rute tercepat untuk pulang eh malah macet parah di rute itu. Anda mau mencapai target penjualan dengan cara tertentu tapi barang anda tidak laku. Anda kampanye mau jadi rektor, tapi orang lain yang terpilih.
Ada banyak keputusan yang anda buat yang ternyata tidak menghasilkan hasil yang diharapkan. Itu fakta. Tapi begitu anda merasa anda membuat kesalahan, itu judgement, itu believe, bukan fakta. Dan ini tidak menguntungkan, karena otak kita sudah mengasosiasikan kesalahan dengan perasaan tidak enak, sakit. Jadi anda kemudian menyakiti diri sendiri karena kepercayaan dan judgement itu. Kasarnya, rugi dobel. Sudah target tidak tercapai, menyakiti diri lagi.
Lebih tepat dan menguntungkan adalah menganggap semua peristiwa, apalagi yang kita anggap kesalahan itu, sebagai kesempatan untuk belajar. Untuk tambah pintar. Supaya next time target anda bisa tercapai.
Dan kalau anda melakukan perbuatan yang merugikan orang lain, anda datang minta maaf, dan berusaha memperbaikinya atau mengganti kerugiannya, kan ya? Dengan cara itu hubungan kita dengannya malah bisa lebih baik dari sebelum peristiwa perbuatan itu.
Namanya juga masih belajar hidup, jadi pasti ada salah-salahnya dong. Yang pentingkan kita cepat belajar supaya cepat pintar. Kalau sudah tidak pernah salah dalam hidup, berarti sudah tamat dong kita belajar hidup, dan sudah waktunya langsung di panggil Tuhan. Mau?
Jadi saya kira, kalau saya dilahirkan kembali, saya akan membuat kesalahan-kesalahan yang persis sama. Cuma lebih cepat aja, gitu…
January 22, 2010 at 10:44 am
halo pak armein, salam kenal..saya danti anaknya bu oni (almh.). saya sering berkunjung ke sini tapi baru sekarang komentar… tulisannya bagus-bagus pak. sederhana tapi meaningful.. ditunggu tulisan-tulisan asik lainnya ya pak 🙂
January 22, 2010 at 4:40 pm
bukan masalah mau menyakiti diri, pak. tapi kadang komentar orang atas “kesalahan” kita itu lho yang bikin “ga enak”.
mungkin saatnya tutup telinga sama komentar orang-orang jahil, ya pak 😀
January 27, 2010 at 10:38 am
Memang ada beberapa kesalahan yang saya buat berdampak besar untuk hidup saya. Tapi yang sering terjadi justru rasa bersalah atau rasa malu itu yang susaaaaahhhhh hilangnya 😆
Padahal masalahnya sudah beres tuntas, kedua pihak sudah damai.