Rules of Katharine Hepburn

If you obey all the rules, you miss all the fun

Yang ngomong ini Katharine Hepburn, diva pujaan jutaan orang di dunia, artis pemenang piala Oscar dan penghargaan lain berkali-kali. Kalau anda tidak kenal Hepburn, baca biografinya. You’ll be amazed

Kalau anda wanita dan senang menggunakan celana-panjang, bukan rok, maka anda harus bersyukur pada Hepburn. Karena celana panjang itu dulu adalah celana lelaki. Dengan nekad, Hepburn muncul pada acara wawancara dengan mengenakan celana laki-laki. Hepburn itu kelahiran 1907. Jadi bayangkan hebohnya orang karena di zaman itu banyak aturan yang menghambat wanita.  Tanpa sadar Hepburn menset trend mode celana panjang wanita sampai hari ini.

Hepburn sungguh orang luar biasa.  Untuk menyenangkan ayahnya ia ikut turnamen olahraga, dan berkali-kali menang medali. Tapi passionnya adalah panggung dan layar lebar. Dan ia menjadi artis legendaris.

Dan bukan artis sembarangan. Karena dia mendobrak tradisi yang mengkungkung wanita. Saat gaji masih sekitar $100 per minggu, dia menuntut $1500, dan berhasil. Orangnya cerdas dan pemberani, dan banyak melanggar aturan. Di masa masih banyak orang mendiksriminasikan kulit hitam, dia di wawancara apakah dia benar-benar punya anak. Hepburn nyeletuk, “Dua kulit putih, dan tiga kulit hitam…”

Dan diapun pernah sangat dekat dengan Howard Hughes, produser film. Dan Hepburn membantu impian Hughes membangun industri pewawat terbang. (Bayangkan, dari produser film menjadi industrialis pesawat terbang! Hahaha mana ada di sini kayak gitu …). Tapi true love nya ada pada aktor Spencer Tracy, yang menjadi kekasihnya berpuluh-puluh tahun. Dan ia dengan setia merawat Tracy di masa tuanya, sampai Tracy meninggal.

Tidak sedikit orang yang mengecam Hepburn, karena senang menabrak konvensi, aturan.  Tapi kalau dipikir-pikir lagi, aturan yang ia tabrak ujungnya memang kuno dan sekarang sudah ditinggalkan orang. Karena siapa sih yang membuat aturan itu? Mengapa seperti itu? Siapa yang diuntungkan dengan aturan-aturan seperti itu?

Aturan itu semacam algoritma untuk bertindak. Persoalannya algoritma itu selalu adalah short-cuts, jalan pintas, dari suatu konsep yang lebih dalam. Dan kalau kita menelan mentah-mentah algoritma itu tanpa mengenrti konsepnya, alasannya, dasar pemikirannya, maka algoritma itu yang membelenggu. Membatasi. Menghambat.

Apalagi kalau asumsi yang mendasari konsep itu ternyata tidak benar, tidak relevan, dan bahkan dimaksudkan untuk menguntungkan orang tertentu.

Saya ambil contoh. Jaman penjajahan, Belanda bingung bagaimana bisa mengendalikan tanah seluas Indonesia ini. Maka Belanda datang dengan konsep bahwa orang Belanda menjadi penguasa, orang Cina dan India pendatang menjadi pengusaha, dan orang pribumi menjadi pegawai dan buruh. Maka konsep ini dijabarkan dalam berbagai policy dan aturan. Sehingga tertanam di kepala semua orang pribumi bahwa kita harus sekolah, patuh, dan ujungnya bisa jadi pegawai negeri, atau pegawai kantoran. Orang Cina dan India boleh melupakan impian menjadi pegawai negeri, dan harus menjadi pengusaha. Kita mungkin menerima konvensi ini, aturan ini, seakan-akan memang harus begitu. Padahal aturan ini didesain untuk menguntungkan penjajah.

Banyak aturan di dunia ini didesain untuk melanggengkan subordinasi wanita. Subordinasi orang kulit berwarna. Subordinasi penduduk desa. Subordinasi orang ‘kafir’. Dan banyak lagi.

Dan celakanya, aturan itu dibuat oleh orang-orang yang tidak mengerti keluasan hidup, keluhuran hidup, kemuliaan hidup, peluang yang diberikan hidup bagi semua. Mereka bahkan tidak mengerti keindahan hidup, fun nya hidup.

Akibatnya semua peraturan yang muncul membuat hidup kita menjadi kaku, tidak indah, tidak exciting. Persis sama dengan kakunya kehidupan orang yang bikin aturan itu.

Sampai-sampai Hepburn bilang, kalau kita patuh pada semua aturan, we miss all the fun

Orang bisa argue bahwa semua peraturan itu dibuat untuk keselamatan kita semua. Really? Yang saya lihat orang yang terlalu kaku, serius, tidak having fun, akhirnya sakit-sakit, hidup penuh masalah, dan akhirnya mati muda. Apanya yang selamat?

Tidak seperti Katharine Hepburn, yang baru wafat dengan keadaan kenyang, puas dan happy tahun 2003 lalu, dalam usia 96 tahun…


  1. heheh.. saya baru tau critanya lho pak. ternyata emang hebat si ms hepburn. selama ini cuma denger selintas-selintas aja beritanya. 🙂

  2. Saya juga baru tahu, terutama cerita soal celana panjang mulai dipakai oleh wanita … Kebanyakan dari kita menganggap segala sesuatu “taken for granted” saja … hehehe 🙂

  3. Budi

    “Saya ambil contoh. Jaman penjajahan, Belanda bingung bagaimana bisa mengendalikan tanah seluas Indonesia ini.
    Maka Belanda datang dengan konsep bahwa orang Belanda menjadi penguasa, orang Cina dan India pendatang menjadi pengusaha, dan orang pribumi menjadi pegawai dan buruh. Maka konsep ini dijabarkan dalam berbagai policy dan aturan…..”
    …..
    Bener juga, saya sudah tau ini dari dulu, dari bangku sekolahan, tapi baru sadar sekarang dengan ini “Belanda bingung bagaimana bisa mengendalikan tanah seluas Indonesia ini”, dan ini “Banyak aturan di dunia ini didesain untuk melanggengkan subordinasi…..”
    Wow…

  4. someone

    pak armein mencampuradukan informasi yg bener dan tdk

    saya setuju bahwa manusia memang sejajar, kulit hitam & kulit putih itu sama, setara, tdk ada subordinasi

    penduduk desa dan penduduk kota sama aja, sejajar, setara, tidak ada subordinasi

    soal wanita saya tidak setuju, karena wanita beda dgn laki2. ke2nya punya peran masing2. yg ada skrg wanita ingin spt laki2, tp tdk mau ambil semua kewajiban laki2. contoh: wanita karir ingin kerja di luar spt laki2, tapi g mau ngurus anak dan rumah pdhal itu adalah tanggung jawabnya, laki2 dlm hal ini ikut membantu aja. tugas laki2 mencari nafkah, tugas wanita membesarkan anak supaya jd penerus bangsa yg baik

    lah klo smuanya keluar rumah, anaknya jd anak pembantu. kasus lain wanita g mau ngerjain yg kasar2 padahal ktnya ingin jadi kyk laki2. ada wanita yg mau betulin genteng? jarang

    soal kafir dan tdk itu masalah dasarnya apa? pak armein seorang doktor, peneliti, mestinya tau tiap yg dilakukan itu hrs ada dasarnya dan bisa ditelusuri lewat “referensi” atau “daftar pustaka”, metode, dan orang2 yg membawanya. org jengkang-jengking itu ada dasarnya, lengkap, bs ditelusuri & dibuktikan scr ilmiah

    • azrl

      @ someone:

      pak armein seorang doktor, peneliti, mestinya tau tiap yg dilakukan itu hrs ada dasarnya dan bisa ditelusuri lewat “referensi” atau “daftar pustaka”, metode,…

      It is another rule to subordinate the uneducated, isn’t it … 😉

  5. tia

    @someone:

    kalo ngomong jangan sembarangan omm. masalah pekerjaan itu hak asasi manusia. diatur dalam undang2. biar bisa mencukupi kebutuhan hidup tanpa jadi benalu (u know benalu?! tumbuhan parasit yg hidupnya numpang sama pohon lain). bukan mau gaya2 an kaya laki2.

  6. @someone & tia: lah ngga apa-apa kalo orang punya pendapat berbeda. Selama dia bisa mengajukan argumennya dengan baik, mengapa tidak?

    “…contoh: wanita karir ingin kerja di luar spt laki2, tapi g mau ngurus anak dan rumah pdhal itu adalah tanggung jawabnya,..”

    Kalau begitu, jadilah wanita karir yang part-timer. Jam kerjanya disesuaikan dengan jam sekolah anak. Sehingga, saat anak pulang, dia sudah di rumah. Atau kalo perlu, bikin pekerjaan rumahan yang tidak perlu keluar rumah. Seperti menjadi guru les, atau masak katering. Sehingga anak tak terlantarkan. Dan kenapa “bekerja diluar” identik dengan laki-laki ya? Siapa sih yang mengkelas-kelaskan seperti ini? Ada juga kok laki-laki kerja di rumah misalnya main saham di internet (online trading).




Leave a Reply

Fill in your details below or click an icon to log in:

WordPress.com Logo

You are commenting using your WordPress.com account. Log Out /  Change )

Facebook photo

You are commenting using your Facebook account. Log Out /  Change )

Connecting to %s



%d bloggers like this: