Pemimpin Tanpa Pengaruh
Suatu hal yang useless di dunia ini adalah pemimpin tanpa pengaruh. Tanpa pengikut.
Suatu siang saya bertemu dengan seorang anak muda. Dia begitu semangat memberikan opini what was wrong dengan organisasi pemuda di mana dia berada. Saya sampai kewalahan mendengarnya. Pokoknya semua orang salah, dia yang benar. Semua orang nggak ngerti, dia yang ngerti.
Saya tersenyum. Karena saya seperti melihat diri sendiri. Penuh opini yang terkadang sok tahu. Dan menyalahkan orang lain. Saya seperti melihat cermin.
Akhirnya dengan tersenyum lucu, saya menginterupsinya. “Jadi kamu sudah ngomong ke banyak teman-teman, tapi nggak ada yang ngerti?”. “Ia pak,” dia menggelang-geleng sambil memperlihatkan wajah disgusted.
Akhirnya saya berterus-terang, “Percuma kita punya pendapat kayak gini kalau nggak ada yang ngerti. Percuma kalau nggak ada yang nurut. Percuma kalau kita tidak bisa membuatnya masuk akal. Bresonansi dengan akal sehat, bahkan hati mereka. Artinya kita tidak punya pengikut. Tidak punya pengaruh. Dan sebagai pemimpin, kita gagal….”
Dia tertegun. Saya senang anak ini, jadi saya tidak ingin membungkamnya. Saya ingin dia menyadari fakta betapa pentingnya pemimpin meyakinkan orang apa yang benar. Apa yang seharusnya dilakukan bersama.
Saat ini banyak orang berebut menjadi pemimpin. Ingin memegang tampuk kekuasaan. Ingin bisa mengatur. Tapi seringkali kita memandang seakan-akan organisasi itu, masyarakat itu sebuah mesin. Yang bisa disetir. Bisa dikendalikan seperti mobil. Yang pasti nurut.
Atau kita menggunakan kekuasan birokrasi. Kekuasaan SK, surat keputusan. Kekuasaan kedudukan. Kalau kita tidak nurut, kita dipecat, diberi sangsi, dihentikan gaji, dibuat susah.
Orang terpaksa ikut perintah kita, karena takut. Bukan karena tahu perintah kita itu tepat, benar.
Jauh lebih efektif kalau pemimpin itu punya kemampuan untuk meyakinkan orang, sehingga orang mengikutinya karena tahu itu yang sudah seharusnya dilakukan.
Percuma kita punya pendapat berapi-api, kalau ternyata tidak masuk akal orang lain. Tidak sesuai dengan realitas kehidupan dan kebutuhan bersama.
Jadi lengkapilah aspirasi kita menjadi pemimpin dengan kemampuan untuk mempengaruhi, mengajak dan menuntun. Bukan ke arah yang jahat, tetapi ke arah kemajuan mereka yang kita pimpin itu. Ke arah kehidupan yang lebih baik.
September 26, 2009 at 8:26 am
” … Atau kita menggunakan kekuasan birokrasi. Kekuasaan SK, surat keputusan. Kekuasaan kedudukan. Kalau kita tidak nurut, kita dipecat, diberi sangsi, dihentikan gaji, dibuat susah. …”
—
Memang ada begitu pak yang seperti ini …?
🙂
September 28, 2009 at 8:01 am
setuju, pak. pemimpin yang menyedihkan..
September 28, 2009 at 9:38 am
”… Saya tersenyum… Saya seperti melihat cermin.”
Iya Pak ?? 🙂
October 3, 2009 at 5:41 am
“Percuma kita punya pendapat kayak gini kalau nggak ada yang ngerti. Percuma kalau nggak ada yang nurut…”
Setuju pak 😀