Tangisan Michael Jordan

Sesuatu yang mencengangkan terjadi beberapa waktu yang lalu. Michael Jordan mendapatkan penghargaan Hall of Fame sebagai pebasket legendaris. Dalam pidatonya, dia menangis. Hanya, tangisannya itu menimbulkan kemarahan bagi banyak orang.

Kehebatan Michael Jordan sebagai pebasket yang tidak diragukan lagi. Oleh sebab itu namanya akan diabadikan di Hall of Fame, untuk selama-lamanya.

Orang berharap dia akan berbicara sesuatu yang inspiratif. Ternyata tidak. Dia menggunakan panggung itu untuk melampiaskan semua kekecewaannya sepanjang karirnya. Dan tidak main-main. Dia sampai menangis saat mengungkapkan semua kepahitannya. Tidak lupa dia menyalahkan begitu banyak orang.

Orang sampai bingung harus bersikap bagaimana.  Di satu pihak, semua kaget ternyata begitu banyak beban perasaan yang harus dipikul Michael Jordan. Di balik semua kehebatannya, dia sangat menderita kekecewaan. Tetapi di pihak lain, semua kecewa betapa Michael Jordan adalah pendendam. Tidak bisa melupakan kegagalan orang lain pada dirinya.

Saya juga ikut bingung memahami fenomena ini. Yang saya mengerti begini. Michael Jordan punya pendapat pribadi, bagaimana seharusnya tim berstrategi. Bagaimana seharusnya keputusan diambil. Dan sebagainya. Tetapi pendapatnya tidak selalu didengar orang. Maka dia marah, dan dia menggunakan kemarahan itu sebagai daya dorong untuk bekerja keras, bersaing. Semua kehebatannya rupanya dibakar oleh kemarahan, keinginan untuk membuktikan bahwa dirinya yang benar. Sedemikian hebat perasaan itu, sampai ia bisa berprestasi besar.

Tetapi sayangnya prestasi besar itu kemudian tidak membahagiakannya. Di akhir dari karirnya, saat orang memberikan penghargaan tertinggi, ia mengeluarkan semua isi hatinya. Dan isinya penuh dengan kepahitan, dendam, dan kemarahan atas peristiwa-peristiwa itu.

Kita menghargai kejujuran dan airmata Michael Jordan. Tapi kita terkesima melihat ironi dari semua itu. Bahwa semua hasil yang spektakular itu ternyata didorong oleh kemarahan. Pada akhirnya, hasil-hasil itu tidak membahagiakannya.

Kesimpulan saya, kemarahan dan kebencian adalah emosi negatif yang besar. Bisa disalurkan ke dalam perjuangan kita sehingga kita menjadi sangat berprestasi, hebat, dan luar biasa. Tetapi keberhasilan yang dicapai dengan cara ini, dorongan negatif ini, tidak membahagiakan. Kehebatan yang ditimbulkan hanya berbuah kepahitan.

Banyak orang menjadikan Michael Jordan sebagai idola, kebanggaan, dan teladan. Anak-anak ingin menjadi Michael Jordan. Tetapi setelah ungkapan hati malam itu, banyak orang berpikir ulang. Banyak orang tidak mau meneladaninya lagi.

Oleh sebab itu, hendaknya kita selalu mendorong diri kita, prestasi kita, dengan daya dorong emosi yang positif. Pada akhirnya bukan apa prestasi kita, bukan apa hasil kita, tetapi apa makna kita bagi banyak orang. Dan orang ingin tahu apa makna mereka bagi kita.


  1. Saya kira, ini tidak akan membuat michael jordan dicemooh… itulah michael jordan, sebagai satu kesatuan, dengan sisi positif dan negatif nya… dan saya memberi penghormatan besar karena, dari sebuah kemarahan, itu membuat dia menjadi the greatest player ever… transformasi ke bentuk yang lebih baik… bukan hanya sebagai orang yang menyalahkan keadaan… lagipula image yang dibentuk oleh gatorade, nike, dan lain-lain selama ini membungkam dirinya untuk mengatakan siapa sebenarnya dirinya… yang kebetulan saja meledak bersamaan dengan speech di hall of fame…
    ini hanya opini saya… mohon maaf jika ada yang kurang berkenan… cheers




Leave a Reply

Fill in your details below or click an icon to log in:

WordPress.com Logo

You are commenting using your WordPress.com account. Log Out /  Change )

Facebook photo

You are commenting using your Facebook account. Log Out /  Change )

Connecting to %s



%d bloggers like this: