Am I my Brother’s Keeper?

“Mana adikmu Habel?”, Tanya Tuhan pada Kain. “Emangnya saya penunggu adik saya?” Demikian jawaban Kain, yang baru saja ia bunuh. Hari ini pertanyaan ini masih sangat relevan. Terlebih lagi jawabannya.

Cerita Kain (Qabil) dan Habel (Habil) sudah melegenda dengan berbagai versi. Cerita dasarnya Kain dan Habel adalah kakak beradik putera Adam dan Hawa. Kain iri dan cemburu pada Habel, sehingga iapun membunuh Habel. Ini konon pembunuhan pertama yang terjadi dalam sejarah manusia.

Tuhan pun meminta pertanggungjawaban Kain. “Mana adikmu?”, tanya Tuhan. “Mana ku tahu..”, jawab Kain, “Am I my brother’s keeper?

Kelanjutan kisah ini beragam. Tapi percakapan ini terus menggema dalam seluruh kemanusiaan kita. Bermilienium. Percakapan ini terus menggugat nurani semua orang. Sampai hari ini.

“Mana adikmu…”

“Manaku tahu, am I my brother’s keeper?

Terkandung di dalamnya ada harapan Tuhan, ada ekspektasi Tuhan, ada tuntutan Tuhan. Kakak harus menolong adiknya. Kakak harus menjaga adiknya. Generasi yang tua harus membimbing dan menjaga kepentingan generasi berikutnya.

Dan kegagalan Kain adalah kegagalan memahami keindahan ini.

Dan kemanusiaan kita hari ini benar-benar diuji. Apakah kita mengadopsi sikap Kain atau mau memenuhi harapan Tuhan? Apakah kita bersedia mengambil tanggungjawab kemanusiaan, menjaga generasi adik-adik kita, generasi anak-anak kita, atau tidak?

It is our choice. Kalau kita bersikap cuek, “mana ku tahu..”, kita sudah mengadopsi sikap Kain. Dan ini tidak jauh dari membunuh adik kita.

We are our brother’s keepers. We are our sister’s keepers.


  1. dhito

    Apa kabar Bung Armein ? (maaf sok akrab)
    Pasti Bung Armein lupa… jelas dulu pun nggak kenal he…he…he… Waktu itu (1985) kalau tidak salah Bung Armein pernah Kos di Tamansari 56 (sekarang jadi tempat PhotoCopy & Kursus Bahasa Asing) – di rumah Pak Yahya. Bung Armein dateng diantar sama ceweknya (sekarang apakah jadi istrinya?) dan adik (atau calon adik ipar?).

    Mendengar warga baru berasal dari Kawanua, saya tertarik ingin mengenalnya… maklum saya lahir di Kotamobagu. Walupun hanya sampai masa balita… namun sangat “berkesan”, serasa kampung halaman (tanah-air beta). Kami sekeluarga menyukai masakan2 Manado (Ibu pun sering memasaknya). Dulu waktu Ayah masih hidup, kami sekeluarga sering ke sana. Apalagi adik saya ada yg dimakamkan di sana.

    Ternyata saya tidak sempat berkenalan bahkan ngobrol dengan Bung Armein… yang nampaknya sudah sangat sibuk. Dari “adiknya” (saya pernah ngobrol sekali di teras), saya tahu bahwa Bung Armein sedang mengerjakan Tugas Akhir.

    Tahun 1986 saya pindah Kos. Tahun 1988 (setelah 3 tahun di AS) saya pun pindah ke EL-ITB he…he… Nah, pas mengurus kepindahan di Sekretariat Jurusan EL-ITB saya sempat berpapasan dengan anda … “lho, ini kan temen satu Kos”. Tapi saya mau menyapa ragu2 karena kita belum saling mengenal.

    Tahun 1999 saat saya kembali ke kampus (S2), Bung Armein menjadi salah satu pengajarnya di lab Signal & System. Tapi lagi-lagi saya gak berani (malu) untuk menyapa, kuatir dikira sok kenal akrab he…he…

    Oops… koq jadi cerita kenangan lama. Tapi sebenarnya masih ada kaitannya dengan thema tulisannya yaitu sekitar tentan “PERSAUDARAAN”. Harusnya waktu itu saya tidak boleh merasa malu dalam hal memelihara tali persaudaraan. Saat ini pun di lingkungan kerja saya selalu berusaha menghubungi (via e-mail tentunya) rekan2 se-almamater dan tidak hanya S1/S2 tapi juga SMP dan SMA. Minimal tiap bulan saya send greeting bagi rekan2 yg berulang-tahun juga pada hari2 Besar Keagamaan. Karena prinsip saya, kita itu seharusnya menghubungi seseorang jangan pas kalau ada perlunya saja. Namun harus senantiasa menjaga / membina tali persaudaraan.

    Sayangnya rasa persaudaraan sesama Alumni ITB itu kurang kuat kalau dibandingkan Perguruan Tinggi lainnya. Coba saja kita amati, kalau salah satu ada yg pejabat pasti mereka mengangkat yang se-almamater menjadi teamnya dan ini tidak terjadi bagi alumni ITB yang cenderung individualis. Mungkin kita tidak bisa mengubah-nya namun tidak ada salahnya saya mulai dari diri sendiri. Walaupun bukan untuk KKN tapi paling tidak senantiasa menjaga silaturahim (persaudaraan).

    OK

  2. azrl

    @Ditho, wah salam kembali. benar saya dulu kost di situ. Cuma saya tidak bisa lagi membayangkan yang diceritakan Ditho. Terimakasih sudah berkunjung dan kontak saya. Semoga sehat dan sukses, mas. Salam saya

  3. marilah kita jaga adik kita dengan baik 🙂




Leave a Reply

Fill in your details below or click an icon to log in:

WordPress.com Logo

You are commenting using your WordPress.com account. Log Out /  Change )

Facebook photo

You are commenting using your Facebook account. Log Out /  Change )

Connecting to %s



%d bloggers like this: