The Beast
Dulu ada film seri dan kartun Beauty and the Beast. Ramai dan seru. Tapi saya pikir kita semua memiliki ‘beast‘ di dalam diri kita, yang put us in a lot of troubles. Hidup kita bakal semakin happy bila kita bisa menjinakkan the beast kita itu, dan hidup menurut the beauty.
Beast itu hewan kuat, hebat, dan menyeramkan. Buas dan ganas. Ia ditakuti semua orang. Tapi diam-diam banyak juga yang mengaguminya. Terpesona.
Di dalam diri kita ada sifat kedagingan. Ada perilaku yang mirip dengan perilaku hewan. Ada kepribadian, personality, yang membuat manusia sering dikategorikan sebagai bagian dari species binatang. Saat kita disebut Homosapiens, kita masuk ke dalam taksonomi hewan.
Banyak orang yang protes. Tidak mau dikatakan hasil evolusi dari hewan. Tentu kita harus menghargai pandangan kontra evolusi ini. Cuma sayangnya sering perilaku manusia kok mendukung teori evolusi itu, ya.
Saya pikir masa kanak-kanak itu adalah masa yang sangat kritis dalam menjinakkan the beast itu. Kalau anak-anak dididik dengan penuh kasih sayang, dengan ilmu pendidikan, dengan disiplin, dengan penguasaan diri, maka the beast itu menjadi jinak. Domesticated. Bahkan bisa menjadi sahabat sejati.
Ambil contoh: wolf, serigala. Ini termasuk Beast, karena ganas, gesit, kuat. Tapi kemudian di suatu masa orang berhasil menjinakkan serigala menjadi anjing yang kita kenal sekarang. Anjing bisa dilatih untuk berbagai kepentingan, dari melacak obat bisu, menggembalakan domba, sampai menuntun orang buta. Bahkan anjing menjadi teman main yang sangat lucu. Konon anjing sampai dijuluki sahabat terbaik manusia.
Tapi kalau masa kanak-kanak kita tidak dilindungi dari kejahatan, dari perilaku kejam, dari perlakuan buruk, maka the beast kita itu tumbuh tidak terkendali. Kita mengalami ketakutan, mengalami kengerian, mengalami kesakitan, yang membuat the beast ini hidup di dalam kita. Dan kelihatannya ketakutan ini bisa dibawa turun temurun sejak jaman purbakala.
Memang tidak selalu kelihatan, karena the beast itu diam di alam bawah sadar kita. Pada saat ada stimulus, ada suasana yang tepat, ada emosi yang terpancing, maka the beast kita itu keluar dari bawah sadar. Ia kemudian membajak personality kita. Tiba-tiba kita menjadi liar tak terkendali, kejam, kasar. Tidak tahu lagi apa yang benar, tertib, dan cara menjaga perasaan orang lain.
Seringkali setelah the beast itu puas, dia pulang lagi ke bawah sadar kita, dan tidur. Dan kita merasa heran mengapa perilaku kita tadi begitu. Mengapa kita bisa kejam seperti itu. Mengapa kita bisa tidak terkendali seperti itu.
Jadi tugas kita adalah menjinakkan the beast itu. Menjadikan penjaga kita. Menjadikan sahabat kita. Kita men-domestikasi the beast kita.
Caranya?
Nah ini hasil lamunan saya saat berbaring di ruang fisioterapi itu: Tuhan mengirimkan begitu banyak masalah mendadak dalam hidup kita untuk melatih kita menjinakkan the beast itu.
Maksud saya begini. Setiap hari kita mengalami banyak masalah. Tapi ada masalah yang ringan, ada yang berat. Dan msalah berat bagi kita bisa dipandang ringan bagi orang lain. Ada masalah yang membuat orang tertawa tapi malah membuat kita pusing tujuh keliling. Mengapa bisa begitu?
Jawaban saya: masalah jadi berat karena masalah itu memancing the beast kita keluar. The beast itu mengambil alih pikiran kita. Membuat kita pusing, marah, jengkel, kecewa, cemas, kuatir dan bahkan agresif.
Jadi dengan semua masalah kita itu, Tuhan sedang merawat kita. Itu fisioterapi dari Tuhan. Ia mengijinkan masalah terjadi untuk memancing the beast keluar dari bawah sadar. Untuk kita kenali. Saat the beast itu keluar, maka kita segera menangkapnya untuk menjinakkannya. Kita segera mengenali kepribadian buruk kita dan mengikatnya. Melatihnya. Membuatnya patuh pada perintah kita. Menjadikan sahabat kita.
The beast itu biasa nya keluar kalau kita berhadapan dengan situasi yang mirip peristiwa masa lalu yang menakutkan kita. Atau kita menafsirkan situasi itu sebagai situasi yang sama dengan peristiwa mengerikan itu.
Saya ambil contoh sederhana. Saya sama dengan banyak pengguna jalan, kalau lagi macet antri saya tidak mau diserobot orang. Saya heran sekali, terkadang saya sangat panas dan emosi, kalau ada mobil lain seenaknya merampas jalur saya. Padahal dipikir-pikir nanti tibanya juga bareng.
Apa sih yang terjadi? Menurut analisa saya, situasi itu membawa pada kondisi psikologis di mana ada orang merampas hak kita. Ada orang yang take advantage pada kita. Ada orang yang tidak menghargai kita. Ada yang tidak memandang eksitensi kita… that is it… eksistensi kita yang dilecehkan…
Dan ini sangat powerful untuk membangunkan the beast… Barangkali di masa lalu kita pernah dihina orang, dianggap tidak ada, diejek. Ini menumbuhkan the beast itu. Jadi ketika suasana yang sama terjadi, the beast bangun.
Beda halnya kalau ternyata orang yang menyerobot kita itu sedang dalam keadaan emergency. Ia membawa istrinya yang sudah pecah ketuban. Atau membawa pasien kritis karena sakit jantung. Kita menjadi kasihan, dan lega. Kita mengatakan bahwa ini bukan penghinaan eksitensi kita. Maka the beast pun tidur lagi.
Begitu bukan?
Ada banyak contoh lain, tapi pada dasarnya situasi tertentu membangunkan the beast itu. Dan Tuhan mengijinkan masalah terjadi agar kita mengenali the beast kita dan menjinakkannya.
Nah ada pendapat bahwa biarin saja. Bukankan ada juga orang yang jatuh cinta pada the beast? Terpesona pada kekuatan dan kegagahannya? Hmm, actually it is our beast that is attracted to that one.
Saya cuma ingin bilang, ada sisi The Beauty dan The Beast. Sama sama membawa kepuasan. Tapi kepuasan the beast itu kepuasan yang tidak damai. Itu sama dengan memuaskan dahaga dengan cocacola manis. Seperti yang puas, tapi ujungnya tetap haus.
Kepuasan The Beauty itu damai. Jernih. tertib. Penuh penghargaan pada orang lain. Penuh pengampunan. Once you tasted it you long and dream about it everynight. Kepuasan ini adalah kepuasan sejati.
Jadi that is it folks. You have both the beauty and the beast. Jinakkan the beast itu dan kenakanlah the beauty itu… have a beautiful living…
January 17, 2009 at 1:06 am
Wah, keren banget Pak artikelnya. Sangat membantu saya, apalagi sifat yang pemarah haha.. Sukses ya Pak Armein..