Sogokan
Kita sebal kalau harus menyogok agar urusan beres. Biasanya kita cukup menghormati seorang petugas atau pejabat. Sampai dia minta sogokan. Begitu selesai bayar, kita menggeleng kepala sambil menganggapnya rendah. Tapi saya pikir sogokan dalam banyak bentuk merajalela. Dan kita juga tidak jarang kena sogokan.
Saat pejabat hendak terpilih ulang, dia bereskan semua. Jalan berlubang ditambal. Sekolah mendapat sumbangan. Orang miskin mendapat santunan. Karena ini maksudnya agar mendapatkan suara di pemilu, bukan karena memangs udah seharusnya dikerjakan, maka ini adalah sogokan. Dan kita semua terima sogokan itu.
Dosen-dosen juga sering kena sogokan. Dana pendidikan dan penelitian naik tahun 2009. Maka berbagai tunjangan ikut naik. Dana riset di sebar ke mana-mana. Seringkali dengan cara yang kurang efektif. Saya juga heran. Mengapa ini muncul pas benget mau 2009, tahun pemilu. Saya tidak bermaksudn untuk tidak berterimakasih. Tapi kalau ini dijalankan untuk menyenangkan dosen, bukan untuk tujuan pendidikan dengan plan yang jelas, maka ini sogokan.
Ada bentuk lain. Supaya rakyat miskin tidak mengamuk, turun dana-dana tunai. Supaya pengusaha tidak kabur dan perbankan tidak mogok, datang dana-dana talangan. Supaya buruh tidak ngamuk, datang peraturan-peraturan yang memberatkan pengusaha. Supaya pengendara senang, BBM disubsidi.
Semua pemberian yang dimaksudkan untuk menenangkan orang tanpa konsep dan strategi yang tajam serta tujuan untuk kemajuan semua itu adalah sogokan.
Dan saya sering melihat orang menuntut sogokan untuk berinovasi. Peneliti hendak dibayar cash untuk membuat paten. Cash untuk menulis makalah di jurnal. Insentif untuk mengajar. Padahal semua itu adalah darma. Dan darma itu seharusnya tidak menuntut bayaran. Sudah tugasnya, sudah jati dirinya.
Orang kreatif macam Steve Jobs tidak butuh dana insentif pemerintah untuk menginovasi iPod, iMac, dan iPhone. Karena being creative itu darma dia. Tidak perlu sogokan.
Apa konsekuensi kalau kita menerima sogokan? Ya itu tadi, gelengan dan pandangan rendah pada kita. Jangan heran para pejabat balik menganggap rendah rakyatnya. Karena rakyatnya mau saja dikendalikan lewat sogokan.
November 14, 2008 at 7:51 pm
“Dana riset di sebar ke mana-mana. Seringkali dengan cara yang kurang efektif.” …
Yah, anggap saja BLT versi yg agak canggih … hihihi.
November 14, 2008 at 8:14 pm
Sogokan, sumbangan, santunan, dll.. apa bisa dibilang sama ya Pak? menurut saya kita positive thinking saja.
November 14, 2008 at 10:43 pm
@Andhi….
wah, ente kalo positive thinking terus bisa dikibulin orang ! Sogokan itu bisa bikin duit operasional proyek tinggal setengah lho (setengahnya buat pejabat2 di sisi client)….
Jadi, positive thinking ? Makaciiiiii deehh…. 🙂
November 15, 2008 at 8:55 am
tema yang cukup “berani”, Pak… Dengan ngomong gini secara tidak langsung Bapak juga mengkritik diri sendiri dan juga lingkungan sendiri, Pak… hehe….
Entah banyak setuju atau malah banyak yang tidak… Tapi yang jelas Saya SEPAKAT dan SETUJU!!!