Logika vs Realitas
Pilih mana: keyakinan tanpa bukti atau kenyataan yang tidak masuk akal? Logika atau realitas?
Pertanyaan seperti ini suka bikin bingung. Masak sih logika dan realitas mau diadu? Tapi diakui atau tidak konflik ini sudah ada sejak ribuan tahun, sampai ke hari ini.
Masih banyak yang bingung. Kita suci bilang Adam manusia pertama. Tapi bukti-bukti fosil mengatakan manusia datang dari proses evolusi. Keyakinan kita bilang Adam, tapi kenyataan ilmiah bilang bukan.
Atau, dalam hal lain seperti software misalnya. Di Indonesia Microsoft dan Bill Gates itu dicab negatif karena menjual software. Sedangkan Linus Trovald dan Richard Stallman itu pahlawan karena membuat opensource. Opensource itu baik, dan proprietary itu jelek, Itu keyakinan orang. Dalam kenyataannya, tidak sedikit para opensources yang anarkis dan selfish. Pembunuh istri juga ada. Sedangkan Bill Gates adalah salah satu penyumbang charity dan kemanusiaan terbesar di dunia.
Pada dasarnya ini pertentangan antara Otak Logika dan Otsk Pancaindera. Otak Logika menyimpan asumsi dan keyakinan bagaimana seharsunya. Otak Pancaindera menangkap realitas melalui indera kita itu.
Jangan kan kita. Para filsuf pun bertengkar hebat soal ini. Ada yang bilang keyakinan logika lebih penting dari kenyataan indera. Karena indera bisa tertipu. Mata kita bisa salah lihat. Kuping kita bisa salah dengar. Misalnya keyakinan kita bilang bumi itu bulat. Tapi indera kita bilang bumi itu rata. Logika kita bilang bumi mengelilingi matahari. Indera kita bilang sebaliknya. Belum lagi begitu banyak tukang sulap, ahli ilusi, yang dengan mudah menipu indera kita.
Tapi ada yang berpikir sebaliknya. Tidak bisa logika dan realitas bertentangan. Bila ya, maka logika harus berubah. Beribu tahun orang tidak percaya ada dinasour. Tapi bukti arkeologis tidak bisa dibantah. Orang tua kita tidak percaya orang bisa ke bulan. Tapi para astronot menyentuhnya secara fisik. Kita pikir fisik perempuan itu lemah. Tapi coba lawan Laila Ali di atas ring kalau berani.
Konflik antara deduksi dan eksperimental ini tidak akan habis. Tapi ini perlu kita syukuri. Ini membuat orang dengan excited bergerak mencari kebenaran. Orang akan berhenti meneliti bila logika dan realitas sudah sejalan. Tapi begitu ada gap, maka ilmuwan punya legitimate problems untuk dipecahkan. Dan kita semua maju karenanya.
October 9, 2008 at 5:39 pm
katanya yang penting dengarkan apa kata hati?
kalo hati bisa bicara..
ingat ada lagunya: jagalah hati.. 😀
October 9, 2008 at 10:49 pm
Mari manfaatkan skill untuk sesama. Biar gak makin nelangsa orang terdekat kita.
October 11, 2008 at 8:12 am
LOGIKA dan REALITA sama-sama produk manusia, jika keduanya berseberangan pastilah masih ada yang salah diantara keduanya.
Jika muara keduanya ekuivalen mungkin disitu manusia menemukan hukum Tuhan. CMIIW
September 26, 2018 at 8:05 pm
Ada 7 macam realita berdasarkan 7 logika dimensi (7 logic mode) :
1. Realita biner (materi) itu sesuai dgn logika biner (0 & 1/salah & benar/untung & rugi/kawan & lawan). realita biner itu ngikut/tunduk ke logika biner.
2. Realita waktu (antimateri) tunduk ke logika waktu (0=1/salah=benar/untung=rugi/kawan=lawan).
3. Realita nafsu/nikmat luar (supermateri) tunduk ke logika supermateri (0,1,2,3…makin benar).
4. Realita gairah/nikmat dalam (imanen materi) tunduk ke logika imanen materi (0,1,2,3,…makin benar & makin berasa).
5. Realita transenden materi tunduk ke logika transenden (0,1,2,3,…makin benar, makin berasa & makin bagus fisiknya.
6. Realita diri tunduk ke logika diri (0,1,2,3,…makin benar, makin berasa, makin bagus fisiknya & makin bagus non-fisik/perilaku-nya).
7. Realita dat tunduk ke logika dat (0,1,2,3,…makin benar, makin berasa, makin bagus fisiknya, makin bagus perilakunya & makin kuat karakter/jatidiri-nya)