Caltech
Los Angeles tidak hanya punya Holywood, tapi juga California Institute of Technology (Caltech). Saingan berat MIT ini sungguh unik. Nyaris tidak ada mahasiswa yang drop out dari Caltech. Supaya anak tingkat satu yang baru lepas SMA tidak kaget, semester 1 tidak ada Ujian Akhir Semester. Semester 2 tidak ada penilaian grade kecuali Pass/Fail.
Dan Caltech punya credo sistem Honour yang dipegang semua. Sehingga homeworks dan ujian boleh dibawa pulang dan dikerjakan di mana saja tanpa pengawasan. Dan semua boleh, bahkan dianjurkan, untuk bekerjasama mengerjakan Homework. Jadi semua sama-sama pintar, dan lulus bareng. Asyik, ya?
Caltech didirikan tahun 1891, di Pasadena, Los Angeles, California. Universitas ini memiliki credo yang harus dipatuhi semua: “No member of the Caltech community shall take unfair advantage of any other member of the Caltech community.” Dilarang meng-kadal-i teman. Credo ini ditegakkan di seluruh kampus, termasuk oleh badan-badan mahasiswa. Ini menolong mereka untuk tidak perlu punya banyak larangan.
Meskipun aturan kendor seperti ini, Caltech bukan universitas ecek-ecek. Dia punya rasio jumlah pemegang nobel terbanyak di dunia. Dari 25,000 alumni, mereka mempunyai 31 pemegang nobel, jadi sekitar 1:1400. Padahal mahasiswa program sarjana cuma 900 orang dan pasca sarjana 1300 orang. Dan mereka secara konsisten masuk 7 besar dunia, bersaing ketat dengan Harvard, MIT, dan Stanford.
Memang menjadi hebat itu tidak ada hubungannya dnegan peraturan macam-macam. Cukup punya sistem nilai dan merekrut dosen unggulan, maka jadilah universitas kelas dunia. Caltech itu buktinya.
Saya sendiri berkenalan dengan Caltech saat mengerjakan kompresi data dengan teknik Rice coder. Rice coder ini buatan Robert F Rice, peneliti di NASA/Jet Propulsion Laboratory (JPL). JPL ini dikelola Caltech. NASA membuat workshop data compression di tahun 1996, dan paper saya “Image compression with wavelet scalar quantization and Rice coders” di presentasikan di sana.
July 29, 2008 at 8:10 am
saya pernah kesana Pak Armein, tahun 2001,… mencicipi main gamelan juga disana…:)
July 29, 2008 at 12:15 pm
Di penerbangan ITB ada satu dosen alumni CalTech .. Dari dia saya bisa membayangkan sih gimana kualitas CalTech sebenarnya .. mantaps dan persis seperti yang pak Armein ceritakan !!!
July 29, 2008 at 12:52 pm
Di ITB perlu dicobakan sistem yg tanpa UAS itu kayaknya.
Biar mahasiswa belajar bukan karena mau UAS.
July 29, 2008 at 1:21 pm
bagus tuh.. kalo diterapkan di indonesia jadi tidak ada kadal-mengkadalin antara mahasiswa dengan mahasiswa, mahasiswa dengan dosen dan dosen dengan dosen
July 29, 2008 at 7:26 pm
iya… bagus banget kultur nya… karena sangking bagusnya, amat sangat sulit diterapkan di indonesia…
piss,,, just comment… not tryin’ to be pessimistic
July 30, 2008 at 3:29 am
emang bagus karena sepertinya… menumbuhkan kesadaran masing2 individu terlebih dahulu, bukan karena keterpaksaan dari situasi dan kondisi yang ada… itu cukup sulit yah 😀
September 16, 2008 at 7:53 am
hee.. jadi ingat seorang sahabat yang bertarget masuk caltech tahun depan. moga2 tercapai. =)
September 29, 2009 at 9:23 pm
Saya Mhsw Aero-Astro ITB angkatan 2008. Saya tlah diajari beliau, Pak Lavi Zuhal.
Saya dari awal memasuki ITB, memang terobsesi dengan Caltech setelah membaca tulisan mengenai TOFI yang belajar ke luar negeri sprti MIT, Stanford & tentu saja Caltech.
Setelah searching di web, luar biasa, Caltech ternyata memiliki rasio peraih nobel paling unggul. Hal ini tidak bisa dipungkiri memotivasi niat saya memasuki Aero-Astro untuk bisa mengetahui Caltehc lebih dalam, hehe walaupun sebenarnya niat awal saya memasuki Elektro khususnya Audio
Bruntung ada Facebook, saya jadi bisa kontak tmn2 alumni TOFI yang telah belajar & mengajar (!) di Caltech. hehehe
October 11, 2009 at 2:43 pm
wah salut, memang pak lavi itu hebat. Saya juga, walaupun mungkin masih lama, ingin meneruskan kuliah di Caltech. Buat saudara Paskal dan temen2 aero-astro 2008 lain, good luck yaah ^^