Kompetitor
Anda ingin maju? Benar-benar ingin maju? Cari lah kompetitor. Carilah kritikus yang merangkap mentor. Serius…
Tahun 1989, saya harus lulus ujian bahasa Inggris untuk bisa ke Canada. Dan ada satu bagian yang saya rasa sangat susah: menghafal vocabulary. Kami harus menghafal arti 10.000 istilah. Bagaimana coba caranya? Wah, diapakan juga saya tidak akan mampu.
Setelah berpikir beberapa lama, saya punya ide. Saya menantang setiap teman dalam kelas untuk bertanding. Siapa yang bisa punya skor test tertinggi. Dan kalau sama, siapa yang duluan memasukkan berkas ujian dia yang menang. Dan it was on. Tantangan saya diterima.
Mulailah hari-hari yang menegangkan. Saya menuliskan istilah-istlah dan artinya di kartu kecil. Mulai saya menghabiskan waktu berjam-jam untuk menghafalkannya. Teman-teman saya juga. Tapi lucu, motivasi kami bukan untuk supaya dapat nilai bagus, tapi untuk mengalahkan satu sama lain.
Dan benar. Ada beberapa kali ujian. Dan kami benar-benar berlomba adu cepat menjawab. Dan kami seperti atlit. Saya fired up, dan sering memenangkan pertandingan. Kompetitor saya yang paling sukar dikalahkan adalah seorang rekan dosen Unhas yang lulusan ITB. Tapi setelah beberapa kali berlomba, kena juga dia saya kalahkan. Tipis sekali tapi. Hehehe. Tapi hasilnya dia dan saya bernilai sempurna di test vocabulary itu.
Kami berhasil menghafalkan 10.000 istilah, berkat berkompetisi.
Satu lagi cerita. Saat saya ke Canada, cara saya menulis sungguh buruk. Beruntung saya berjumpa pembimbing Profesor Kinsner, yang sangat rewel soal tulisan. Bab 1 tesis S2 saya diperiksa hampir 20 versi! Dibantai habis. Di satu saat dia sangat marah karena saya seakan memperlakukannya sebagai editor. Saya sampai stres, dan sering ke perpustakaan membaca buku how to write. Akhirnya, saya bisa menulis dan lolos sidang tesis.
Saya tidak mengklaim sudah bagus menulis. Tapi untuk menulis paper teknis saya sudah tahu caranya. Pujian yang paling tulus dari beliau adalah saat saya memasukkan sebuah draft paper setelah saya selesai ujian S2. Setelah membaca draft pertama paper saya, dia melihat dengan mata menyelidik, curiga, dan bertanya, “ini siapa yang nulis?…”. Saya mangkel bercampur bangga, “yaa saya lah, habis siapa lagi…?”. Katanya, “Soalnya tulisannya bagus…”. Dia cuma mengkoreksi sedikit saja, dan langsung kami kirim, dan accepted.
Saya pikir saya bisa seperti itu karena Profesor Kinsner adalah seorang mentor. Seorang mentor itu orag kepercayaan yang tidak segan-segan sampai membantai kualitas kerjaan kita tapi dengan maksud yang tulus agar kita berhasil. Meskipun saya stress berat setiap bawa draft tulisan, I trusted him.
Di sekeliling kita, banyak contoh kompetisi membuat seseorang menjadi lebih baik. Oleh sebab itu, setulus hati, hargailah dan hormatilah kompetitor kita. Karena mereka adalah rekan seperjuangan untuk menaikkan kualitas bersama. Dan carilah mentor.
July 28, 2008 at 7:55 am
wah, sulit untuk dipraktekkan nih, tapi bagus untuk dicoba
July 28, 2008 at 8:40 am
Wah, jadi inget dulu waktu skripsi S1. Sebel krn direvisi bolak-balik. Tp klo udah lewat, asyik juga. Ternyata tidak seberat yg dibayangkan.
July 28, 2008 at 5:41 pm
wah dibantai habis2an ya pak.. pasti udahnya nempel banget ya n_n..
susah pak mau nyari mentor huhu..