Beda program S1, S2, S3 di mana?
Jaman dulu, tahun 60an, pendidikan tertinggi biasanya hanya sampai sarjana. Tapi hari ini ada program sarjana, magister, dan doktor. Apa sih bedanya? Apakah kita harus belajar sampai S3?
Terlepas dari status di masyarakat, kita harus meletakkan tingkat pendidikan ini pada proporsi yang sebenarnya.
Pendidikan sarjana (S1) harusnya mengajarkan khasanah ilmu yang ada sehingga ia menjadi orang yang terdidik. Ia memiliki dan menguasai suatu disiplin atau metoda berpikir di bidangnya. Ia memiliki pemahaman tentang dunia yang lebih tepat. Ia juga bisa belajar bahan dan materi yang lebih sukar. Kemudian ia bisa menerapkan ilmunya untuk persoalan-persoalan yang generik. Artinya jenis persoalan yang memang sudah pernah diajarkan.
Pendidikan magister (S2) adalah kelanjutan dari pendidikan S1. Ia mengusai state of the art dan best practices di bidangnya. S2 semacam lisensi untuk mempraktekkan profesi bidang ini. Berbeda dengan S1 yang cenderung generalis, S2 cenderung spesialis. Lulusan S2 bisa mendesain dan menginovasi solusi baru.
Pendidikan doktoral (S3) dimaksudkan untuk menghasilkan peneliti. Peneliti adalah orang yang senang mencari kemudian mengkodifikasi pengetahuan baru. Jadi syarat pertama seorang doktor sebenarnya adalah keinginan menulis pengetahuan baru. Semacam anggota legislatif, begitu. Tanpa keinginan ini, pendidikan doktoral sebenarnya sia-sia. Syarat kedua, tentu keinginan tahu serta kegigihan untuk menggunakan metoda riset untuk mencari pengetahuan baru.
Dari segi kompetensi, lulusan S1 harus siap memasuki bidang profesi. Lulusan S2 harus siap berinovasi dalam profesi. Lulusan S3 harus siap meneliti dan mempublikasi pengetahuan baru.
Nah, apakah kita semua harus menjadi S3? Jelas tidak. Kecuali kita mau jadi peneliti, dosen atau berbisnis di bidang teknologi, gelar doktor itu sebenarnya sia-sia. Buang-buang waktu dan uang.
Tapi di Indonesia, gelar doktor masih bisa juga untuk impress mertua atau kampanye pilkada/pilpres. Jadi sebenarnya berguna juga ya…
-
1
Pingback on Apr 24th, 2013 at 9:24 am
[…] kurikulum S2 lebih spesifik mendalami suatu sub-bidang di dalam bidang ilmu itu. Meminjam istilah Pak Armein, S1 itu cenderung generalis sedangkan S2 itu cenderung […]
-
2
Pingback on Sep 20th, 2013 at 9:43 pm
[…] [4] https://azrl.wordpress.com/2008/04/25/beda-program-s1-s2-s3-di-mana/ […]
-
3
Pingback on Feb 25th, 2014 at 1:18 pm
[…] https://azrl.wordpress.com/2008/04/25/beda-program-s1-s2-s3-di-mana/ […]
-
4
Pingback on Nov 11th, 2015 at 4:44 pm
[…] kurikulum S2 lebih spesifik mendalami suatu sub-bidang di dalam bidang ilmu itu. Meminjam istilah Pak Armein, S1 itu cenderung generalis sedangkan S2 itu cenderung […]
-
5
Pingback on Nov 11th, 2015 at 4:45 pm
[…] kurikulum S2 lebih spesifik mendalami suatu sub-bidang di dalam bidang ilmu itu. Meminjam istilah Pak Armein, S1 itu cenderung generalis sedangkan S2 itu cenderung […]
-
6
Pingback on Dec 1st, 2015 at 8:36 pm
[…] kurikulum S2 lebih spesifik mendalami suatu sub-bidang di dalam bidang ilmu itu. Meminjam istilah Pak Armein, S1 itu cenderung generalis sedangkan S2 itu cenderung […]
April 25, 2008 at 4:42 pm
Semoga saya berada di jalur yang benar, tidak membuang waktu sia-sia karena memang cita-cita saya.
Selain saya berjanji kepada simbah putri suwargi yang meninggalkan kami 24 tahun silam. Saya ingin mempersembahkan apa yang saya raih sebagai pengganti atas penderitaan yang pernah dialami semasa hidupnya. Semoga saya berhasil ..
April 25, 2008 at 5:10 pm
Ya mas Bandung, keep on fighting. Good job tadi di pra sidang!
April 25, 2008 at 6:49 pm
Waktu TPB dulu, ketika sedang kuliah studio, ada seorang senior (asdos) yg menganalogikan pencapaian S1, S2 dan S3 dengan contoh “pensil”: lulusan S1 harus bisa membuat pensil, lulusan S2 harus mendalami semua hal tentang pensil, lulusan S3 harus mempertanyakan kembali esensinya (“kenapa harus pensil?”). Gitu kalo nggak salah inget…
April 25, 2008 at 7:08 pm
dan ketemu jawabannya: kalau pensil itu satu-satunya alat tulis paling canggih… di ruang angkasa. ups.
selamat mas nDung, the first el-95 Doctor, kalau nggak salah 😀
April 25, 2008 at 8:43 pm
Salah satu gunanya yah biar tidak diusir dari kampus. Lah mahasiswa bukan, pegawai univ juga bukan. Guna yang lain yah buat impress donator atau investor, “ini loh penelitinya doktor loh “. 🙂 .
April 25, 2008 at 10:43 pm
“Tapi di Indonesia, gelar doktor masih bisa juga untuk impress mertua…”
Kalau yang ini emang pengalaman pribadi pak?
Kok kalo saya malah beda, ditanyain kapan kerjanya sekolah terus… (^_^)”
@Mas Bandung: selamat yah Mas buat doktorannya..
April 26, 2008 at 11:28 am
Hatur nuhun Pak Armein, terimakasih banyak atas bimbingan dan dukungan Pak Armein dalam segala hal termasuk ketika saya menempuh S1, S2 dan S3 saat ini.
Terimakasih mas Didik, terimakasih juga untuk support mas Didik sejak jaman kita kuliah S1 mas .. Segera menyusul mas Didik untuk S3-nya!
Terimakasih juga mas Leo, saya masih fight untuk serangkaian ujian lagi. Bagaimana kabarnya, sukses ya ..
April 26, 2008 at 8:26 pm
Quote:
“Pendidikan magister (S2) adalah kelanjutan dari pendidikan S1. Ia mengusai state of the art dan best practices di bidangnya. S2 semacam lisensi untuk mempraktekkan profesi bidang ini”
Kalau begitu apa bedanya S2 dengan program sertifikasi ?
Saya rasa program-program sertifikasi juga mengajarkan “best practices” untuk bidang tertentu (lebih tepatnya produk vendor yang mengeluarkan sertifikat).
April 29, 2008 at 11:12 am
komentar mbak tita..
kalo sudah (S3) menanyakan esensinya, ternyata pensil itu ga guna; ngapain atuh (cape2) S2 jagoan tentang pensil? hihihi
April 30, 2008 at 11:26 am
menurut saya s1 sebagai bahan dasar untuk masuk dunia kerja, s2 untuk dapat naik jabatan, s3 jadi bos kali yah.
jikalau di dunia pendidikan dan penelitian. s1 sebagai modal dasar, s2 sebagai modal untuk membangun bangsa (biasanya ngajar s1), s3 sebagai modal untuk membawa nama bangsa (berharap hasil penelitian dipakai dunia dan membawa harum nama bangsa).
May 1, 2009 at 7:56 pm
Pak Armein, jadi sebagai mahasiswa S1 jaman sekarang, lebih baik bagaimana?
Apakah lulus S1 bekerja dahulu, baru melanjutkan S2. Atau langsung S2 baru bekerja? Ini adalah pertanyaan yang paling membingungkan saya selama saya kuliah (bentar lagi juga udah harus lulus lagi….)
Memang banyak yang bilang (termasuk orang tua saya), lanjut dulu aja S2, baru bekerja. Kalau sudah bekerja, nanti malas S2.
Kalau misalkan faktor rasa “malas” itu dihilangkan (kalau sudah bekerja, tetap semangat mengambil S2), lebih baik yang mana? langsung S2, atau bekerja dahulu, Pak?
June 18, 2009 at 6:54 am
kalo gitu program studi s2 apa yang sekarang lagi banyak dibutuhkan Y? ada yang tau? dasar ilmu s1 saya teknik industri.. thank u…
December 14, 2009 at 3:00 pm
menurut saya, bagaimanapun sekolah tetap penting dan tidak ada istilah “sia-sia” kalau kita menjalaninya dengan ikhlas. kalau saya sekolah S2 sampai lulus, dan orang lain melihatnya tidak bermanfaat karena saya mendaftar kerja dengan ijasah s1 saya, menurut saya hal itu salah. karena secara pribadi saya merasa bersyukur dengan ilmu yang saya dapat di S2, yang sangat membantu saya dalam mengerjakan pekerjaan saya sekarang (tanpa harus mencantumkan gelar di belakang nama saya). dan sekarang saya masih bercita2 sekolah lg sampai selesai s3 jika ada kesempatan nanti, karena apapun yang saya pelajari, baik ilmu di kampus maupun ilmu dari pengalaman saya selama bersekolah nanti, insyaAllah akan bermanfaat bagi pekerjaan saya dan hidup saya.
December 14, 2011 at 9:25 am
P Armein,
Kalau saya memahami S1, S2 dan S3 dengan menggunakan penguasaan tentang model (bisa diartikan metode dll). S1 akan menguasai model untuk menyelesaikan masalah, S2 akan mengembangkan/menyempurnakan sebuah model atau menggabungkan beberapa model, sedangkan S3 mengembangkan model baru. Nampaknya sejalan dengan penjelasan bapak.
January 22, 2012 at 1:07 pm
Saya sedang menjalankan pendidikan S1. Tapi kadang saya bingung dengan yang dimaksudkan S1 itu adalah generalisasi. Sedangkan kuliah mayor saya itu lebih sepesifik dan dituntut harus berinovasi. Bagaimana menurut anda?
October 9, 2012 at 4:33 pm
suatu penjabaran yang bagus pak
saya bisa tahu perbedaan ketiganya
selama ini yang saya tahu antara S1 dan S2 pola pikirnya berbeda lebih tinggi S2 begitupula S3, mungkin karena waktu kuliah berpikir lebih
March 5, 2013 at 3:41 pm
Penelitian itu penuh perjuangan.
Asumsi: studi S3 di tempat yang benar dan secara benar.
April 25, 2013 at 12:50 pm
” Kecuali kita mau jadi peneliti, dosen atau berbisnis di bidang teknologi, gelar doktor itu sebenarnya sia-sia. Buang-buang waktu dan uang.
Tapi di Indonesia, gelar doktor masih bisa juga untuk impress mertua atau kampanye pilkada/pilpres.”
Tidak juga pak. Ini beberapa pilihan buat lulusan PhD :
– Postdoc di luar negeri : kontrak habis mau jadi apa ?
-Dosen : Posisi dosen sangat jarang dan gajinya kecil, hanya cukup untuk ongkos transport.
– Peneliti: Posisi peneliti sangat jarang, apalagi R&D di Indonesia tidak jalan.
– PNS: Mau masuk BPPT/Lipi/Lapan ? usia ketuaan.
-Bekerja di industri di Indonesia: Sudah pasti ditolak karena overqualified dan overspecialized,
– Bekerja di luar negeri : Sekarang sedang krisis global pengangguran di luar negeri pun buanyak dapat Visa tinggal apalagi Visa kerja sekarang sulit kecuali anda bisa mendapatkan pasangan dari luar negeri.
– Masuk politik : perlu jadi celebritis dan punya modal uang yang banyak,
Satu-satunya cara PhD bertahan hidup adalah menjadi pengusaha. Tapi kalau mau jadi pengusaha, lulusan SD pun bisa ngapain kuliah tinggi-tinggi ???
April 29, 2014 at 10:29 am
Maka nya harus berani berpikir beda. Kok Pensil nya buat apa ? yang jelas kan pendil ini ada karbon nya(khusunya Graphite) didalam nya dan dapat dijadikan sebagai objek penelitian atas material baru yang tergolong advanced, dan nama nya adalah Graphene . Beda nya orang kreatif dengan konvensional adalah pada titik ini. Orang kreatif mampu melihat sesuatu yang belum dapat dilihat dan dipahami orang kebanyakan. Coba bayangkan siapa dahulu yang mau melihat dan memiliki rasa tahu yang sangat tinggi tentang Graphite yang ada di dalam pensil sebagai bahan penelitian atas Graphene ? Tentu adalah KS Novoselov dan Andre Geim berhasil menemukan material baru 2D bernama Graphene dengan menggunakan pensil.
Sebagai akibatnya mereka memiliki publikasi yang sangat banyak di Jurnal Internasional Papan atas/.terkemuka di dunia seperti : Reviews of Modern Physics , Nature ,Science ,Physical Rev Letters dan Nature materials. Dan perlu dicatat jumlah citataion dan impact factor dari paper mereka ini sangat tinggi sekali dan yang terpenting penemuan ini adalahsemacam terobosan dalam dunia sains dan teknologi, mengingat fungsi dan perannan Graphene sebagai material multi fungsi yang dapat digunakan pada Elektronik, Medis ,Membran dan Energy. !!
Dan yang terakhir KS Novoselov dan AK Geim diganjar hadiah nobel Fisika tahun 2010 , coba saja peneliti pertama nya yang berhasil menciptakan graphene dari pensil, bisa bisa indonesia akan dipandang dunia dan ybs akan memiliki h-index serta publikasi ilmiah yang sangat banyak dan berkualitas tinggi
Pangloss
April 29, 2014 at 10:41 am
Andaikan saja peneliti yang pertama kali berhasil menguak keberadaan material Graphene dari Pensil ini adalah ilmuwan ataupun doktor dari Indonesia, tentulah dampak nya akan sangat tinggi bagi negeri ini dan negara-negara lain akan melirik/memperhitungkan peranan ilmuwan2 Indonesia di dunia
May 5, 2014 at 11:58 am
Mencapai gelar doktor saya rasa butuh imajinasi dan sentuhan-sentuhan jenius , seperti pendapat beberapa orang, No great mind has ever existed without a touch of madness.” … It takes a touch of genius .